Mantan KaBiro Umum Pemrov Bersaksi di Sidang Hak Angket, Mengenai Perjalanan Dinas TP2D Hingga Travel ” Istri Gubernur “

InsanNews – Mantan Kabiro Umum Sulawesi Selatan, Hatta memberikan keterangan dalam sidang panitia hak angket DPRD Sulawesi Selatan yang telah memasuki hari ke 15 sejak bergulirnya sidang ini pada tanggal 8 Juli lalu. Agenda pemeriksaan Hatta terkait pencopotannya yang dilakukan oleh Gubernur Nurdin Abdullah pada tanggal 26 Juni 2019.

“Sampai saat ini saya belum tahu mengapa saya dicopot,”ujar Hatta dihadapan panitia hak angket.

Padahal pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Inspektorat sudah tiga kali dilakukan. Yaitu pada bulan Februari, Maret, dan Mei.

“Bulan Februari dilakukan  Inspektorat atas nama ibu Sri. Tapi hanya bawahan saja yang diperiksa. Pemeriksaanya berlangsung selama tujuh hari mengenai pengelolaan keungan,”katanya.

Kemudian kata dia, pada bulan Maret. Pemeriksanya dari Inspektorat bernama Saleh terkait pekerjaan fisik rumah jabatan Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Dalam pemeriksaan kedua itu, dia mengaku belum juga diperiksa. Hanya bawahan saja.

“Selanjutnya bulan Mei. Yang melakukan pemeriksaan dari Inspektorat atas nama ibu Sri terkait pengelolaan keungan. Yang diperiksa bawahan. Belakangan saya meminta untuk dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP). Ibu Sri pun menyanggupi. Tetapi hasil pemeriksaan itu tidak pernah diberikan, padahal saya sudah memintanya,”ucapnya., Seperti dilansir dari Portal berita djournalist.com

Lanjut Hatta, begitu laporan hasil pemeriksaan keluar, dia pun baru tahu, kalau pencopotan itu terkait perjalanan dinas dalam daerah dan luar negeri.

“Informasi itu saya tahu dari mulut ke mulut dan muncul di media,”katanya.

Padahal ujar Hatta uang perjalanan dinas yang digunakan oleh Tim Percepatan Pembangunan Daerah atau TP2D Sulsel itu berasal dari APBD. Tim itu terdiri dari tujuh orang. Tapi hanya enam orang yang berangkat. Yaitu Prof Rudi Jamaluddin, Jayadi Nas, Jenisa Kteine, Raisa, Wijaya Kusuma, Andi Asri, dan Diah Yumaina.

“Dari tujuh orang TP2D itu. Hanya satu yang tidak berangkat ke luar negeri pada bulan Desember 2018 yakni Prof Yusran. Yang lain mendampingi pak Nurdin Abdullah ke Jepang menggunakan dana APBD yang tidak masuk dalam nomenklatur,”jelasnya.

Kenapa? Karena mereka tidak berstatus ASN. Berbeda dengan gubernur dan wagub mereka adalah kepala daerah .

“Hal ini sudah saya sampaikan ke Inspektorat. Malah Inspektorat mengatakan ketika itu boleh-boleh saja,”ucapnya.

Anggaran yang dikeluarkan ketika itu Rp 282 juta untuk biaya tiket dan penginapan. Serta Rp 60 juta untuk uang saku.

“Yang urus tiket dan penginapan adalah pihak travel bernama Hakata. Milik ibu
Liestiati Fachruddin (istri pak Nurdin Abdullah),”katanya. (**)