
Tullah menuturkan, pihaknya sudah mencoba upaya lain dengan menggunakan Kartu BPJS milik korban. Namun pihak RSUD Lasinrang menolak hal tersebut dengan alasan BPJS-nya beralamat Kota Palu.
“Yah, terpaksa kami minta keluar. Untuk biaya medis dan rawat inapnya selama dua hari, kami bayar sebesar Rp1,7 juta,” akunya.
Ditanya tentang kondisi korban saat ini, Tullah mengaku, sudah lumayan membaik dan bisa diajak komunikasi meski terbatas.
“Awalnya, kondisinya sangat memiriskan karena kalau muntah yang keluar itu lumpur. Alhamdulilah, sekarang sudah mulai bisa berkomunikasi,” sebutnya.
Terpisah, pihak RSUD Lasinrang Pinrang melalui Humasnya,Anti mengaku, pemungutan biaya itu mereka lakukan karena diagnosa korban itu terindikasi penyakit dalam dan harus dirawat di ruang Eterna. Namun Anti mengaku, pihaknya memang mengetahui jika yang bersangkutan itu memang korban gempa asal Palu dan menolak BPJS korban karena berdomisili Palu.
“iya, pasien memang termasuk korban pengungsi asal Palu dan BPJS-nya memang kita tolak. Mungkin teman-teman perawatan berpikir, jika penyakit korban ini tidak ada hubungannya dengan bencana alam di sana, makanya dimintai pembayaran selaykanya pasien umum biasa,” jelasnya.
Namum Anti menambahkan, hal ini sudah ia laporkan ke Direktur RSUD Lasinrang Pinramg dan akan segera dicarikan solusi terbaiknya.